Sejarah Bubur Peca’Sura dan Filosofinya sebagai Tradisi 10 Muharram di Kabupaten Maros
GhaziNews.com, Maros -Tradisi membuat Bubur Asyura pada tanggal 10 Muharram rupanya sudah ada sejak zaman nabi. Bagaimana kisahnya? Berikut sejarah bubur Asyura dan filosofinya yang dapat Anda simak
Sejarah bubur Asyura berawal dari selamatnya Nabi Nuh AS dari banjir bandang yang melanda pada bulan Muharram. Atas izin Allah, Nabi Nuh berhasil menyelamatkan kaumnya berkat kapal besar yang dibuatnya.
Selama berminggu-minggu terombang-ambing di tengah banjir, kapal Nabi Nuh akhirnya berlabuh di sebuah bukit bernama bukit Judi pada tanggal 10 Muharram. Saat itu, persediaan makanan kian menipis, bahkan hampir habis.
Nabi Nuh kemudian memerintahkan kaumnya agar mengumpulkan sisa-sisa bahan makanan yang masih ada, yaitu gandum, adas (sejenis kacang-kacangan atau kedelai hitam), kacang tanah, dan kacang putih. Semua bahan tersebut dikumpulkan dalam tujuh takaran besar, lalu dimasak dan dimakan bersama-sama.
Itulah peristiwa makan bersama yang pertama kali terjadi setelah bencana banjir dan topan melanda. Sejak saat itu, umat Muslim terbiasa makan bersama dengan bahan-bahan campuran yang mendekati makanan Nabi Nuh tersebut.
.Meskipun zaman terus berubah dan modernisasi semakin maju, masyarakat di Maros tetap mempertahankan tradisi ini dari generasi ke generasi, termasuk H. Muh. Ilyas yang tinggal di kelurahan Pettuadae kabupaten Maros yang masi mengamalkan tradisi nenek moyang tersebut.
Kata H Ilyas, Bubur Asyura atau Peca’Sura dibuat dari berbagai macam bahan makanan seperti beras, kerupuk, ikan,Telur,kacang dan rempah-rempah. Semua bahan ini kemudian dicampur menjadi satu dan dimasak menjadi sebuah bubur yang lezat dan kaya akan gizi. Ada beberapa keunikan dalam proses pembuatan bubur Asyura ini. Pertama, setiap bahan harus diukur dengan tepat agar dapat menghasilkan rasa yang pas dan seimbang. Kedua, bubur ini masak menggunakan kayu bakar sehingga memberikan sensasi yang berbeda bagi yang menjalankan tradisi.
Selain itu, bubur Asyura melambangkan rasa syukur manusia atas nikmat dan keselamatan yang diberikan Allah SWT selama ini, makna Peca’sura tersebut juga merupakan bentuk pengabadian atas kemenangan Nabi Musa dan hancurnya Fir’aun serta bala tentaranya. Karena itu, setelah bubur matang dan siap disantap, biasanya akan dilakukan pembacaan doa selamat bersama-sama.(Hadi )