Prakondisi Ramadhan Seri 1: Membakar Tembikar Ananiyah

Ghazinews.com. Maros Ada berpendapat mengenal Tuhan didasarkan pada tiga tingkatan, yakni mengenal Zat Ilahi, mengenal sifat-sifat ketuhanan-Nya, dan mengenal perbuatan-perbuatan ke-Maha Mandirian-Nya.
Mengenal Zat Ilahi merupakan bidang yang paling sulit untuk dipikirkan dan dibicarakan, karena hakikat al-Wajib Maha Tinggi Kemuliaan-Nya — merupakan esensi yang tidak tersusun dari bagian-bagian serta kekuatan cahaya dan eksistensi yang tidak terbatas.
Hakikat-Nya adalah personifikasi dan entifikasi (ta’ayyun) itu sendiri. Tidak ada konsep, perumpamaan, persamaan, dan perlawanan bagi-Nya. Tidak ada definisi bagi-Nya dan tidak ada pula penjelasan yang dapat menjelaskannya. Bahkan, Dia adalah penjelas bagi segala sesuatu. Tidak ada yang lebih tahu dan mengetahui selain Zat-Nya sendiri dan tidak ada saksi atas-Nya. Justru, Dia-lah saksi atas segala sesuatu.
أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ﴾
…. Dan apakah tidak cukup dengan Tuhanmu bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?
(OS Al-Fushshilat 41: 53).
Diri terbakar ketika menetap bias-bias cahaya wajah-Nya, apalagi jika mendapat langsung cahaya wajah-Nya. Tidak mungkin mengenal Zat-Nya kecuali dengan merobohkan gunung egoisme atau keakuan (al-aniyyah) penempuh jalan spiritual sampai ia menyaksikan Zat-Nya sebagaimana kata seorang arif. “Aku mengenal Tuhanku dengan Tuhanku. Kalau tidak ada Tuhanku maka aku tdak akan mengenal Tuhanku.”
Akal tidak memiliki jalan untuk mengenal Zat-Nya. Karenanya, dikeluarkan larangan untuk memikirkan Zat Allah, seperti sabda Nabi Saaw,
“Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah, tetapi janganlah memikirkan Zat-Nya”.
Ucapan Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib, “Barangsiapa memikirkan Zat Allah maka ia kufur. Dan barangsiapa memikirkan sifat-sifat-Nya, maka ia beroleh petunjuk.”
Oleh karena itu, Al-Our’an tidak merjelaskan pengenalan tentang Zat Allah secara lebih tuas kecuali dalam pengkudusan dan penyucian semata, seperti tersebut firman-Nya: …
… Tiada tuhan selaim Dia,
(OS al-Bagarah 2 255).
….. Maha Suca Tuhanmu yang memiliki keperkasaan dari apa yang mereka sifatkan
(OS al-Shaftiit 3F 180).
Dalam mengenal sfat-sifat-Nya,” bidang untuk berpikirnya lebih luas dan lingkup pembahasannya lebih bebas karena sifat-sifat-Nya merupakan konsep-konsep rasional yang di dalamnya akal memiliki kontribusi. Akan tetapi, dalam diri Yang Maha Awal (al-Awwal), substansi sifat-sifat itu adalah Zat-Nya dengan Zat-Nya, sementara dalam yang selain-Nya tidaklah demikian.
Oleh karena itu, Al-Ouran mencakup rincian-rinciannya di dalam banyak ayat, seperti firman-Nya:
… Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
(QS al-Hasyr : 24)
Dalam mengenal sifat-sifat-Nya juga ada hal-hal yang sangat samar, karena yang sanggup mengenal sebagian sifat-Nya seperti al-Kalam (Maha Berfirman) hanyalah orang-orang yang memiliki pandangan batin (bashirah) yang sangat jelas, Begitu pula, sifat-sifat seperti as-Sami’ (Maha Mendengar), al Bashir (Maha Melihat), al-Istiwa’ ‘ala al-‘Arsy (Bersemayam di atas Arsy), dan sebagainya hanya dapat diketahui oleh mereka yang memiliki pengetahuan mendalam (ar-rasikhuna fil-‘ilm).
Adapun mengenal perbuatan-perbuatan-Nya adalah lautan yang tepi-tepinya sangat luas. Masing-masing tepi diselami dan kedalamannya diseberangi menurut kemampuan seseorang dalam menyeberanginya. Tidak ada sesuatu di dalam Eksistensi (al-Wujud) itu selain Zat, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang merupakan gambaran nama-nama-Nya dan segenap manifestasi (mazhahir) sifat-sifat-Nya. Di antara sifat-sifat-Nya ada yang tampak jelas di alam nyata (“Alam asy-syuhiid).
Al-Our an meliputnya secara jelas dan rinci. Sifat-sifat pertama adalah seperti disebutkannya langit, bumi, planet planet, matahari, bulan, dan sebagainya yang dikenal oleh orang-orang yang memandang dan berkata,
رَبَّنا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ
Wahai Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan ini secara batil. Maha Suci Engkas: Maka, pe liharalah ka mi dari siksa api neraka” (OS Ali Imran 3:191)
Sumber:
- Kemenag RI, Al Qur’an dan Terjemahannya
- Mulla Sadra Manifestasi Ilahi
- Muhyiddin Ibnu Arabi, Futuhat Al Makkiyyah
- Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, Fathur Rabbaniyah
- Jalaluddin Rumi, Matsnawi
Penulis:
Syamsir Nadjamuddin
(ASN Kemenag Maros)