Prakondisi Ramadhan Seri 1: Membakar Tembikar Ananiyah

Tim Redaksi
Senin, 10 Februari 2025 08:36 - 524 View
Foto Syamsir Nadjamuddin ASN Kemenag Maros

Ghazinews.com. Maros Ada berpendapat mengenal Tuhan didasarkan pada tiga tingkatan, yakni mengenal Zat Ilahi, mengenal sifat-sifat ketuhanan-Nya, dan mengenal perbuatan-perbuatan ke-Maha Mandirian-Nya.

Mengenal Zat Ilahi merupakan bidang yang paling sulit untuk dipikirkan dan dibicarakan, karena hakikat al-Wajib Maha Tinggi Kemuliaan-Nya — merupakan esensi yang tidak tersusun dari bagian-bagian serta kekuatan cahaya dan eksistensi yang tidak terbatas.

Hakikat-Nya adalah personifikasi dan entifikasi (ta’ayyun) itu sendiri. Tidak ada konsep, perumpamaan, persamaan, dan perlawanan bagi-Nya. Tidak ada definisi bagi-Nya dan tidak ada pula penjelasan yang dapat menjelaskannya. Bahkan, Dia adalah penjelas bagi segala sesuatu. Tidak ada yang lebih tahu dan mengetahui selain Zat-Nya sendiri dan tidak ada saksi atas-Nya. Justru, Dia-lah saksi atas segala sesuatu.

أَوَلَمْ يَكْفِ بِرَبِّكَ أَنَّهُ عَلَىٰ كُلِّ شَيْءٍ شَهِيدٌ﴾

…. Dan apakah tidak cukup dengan Tuhanmu bahwa sesungguhnya Dia menyaksikan segala sesuatu?
(OS Al-Fushshilat 41: 53).

Diri terbakar ketika menetap bias-bias cahaya wajah-Nya, apalagi jika mendapat langsung cahaya wajah-Nya. Tidak mungkin mengenal Zat-Nya kecuali dengan merobohkan gunung egoisme atau keakuan (al-aniyyah) penempuh jalan spiritual sampai ia menyaksikan Zat-Nya sebagaimana kata seorang arif. “Aku mengenal Tuhanku dengan Tuhanku. Kalau tidak ada Tuhanku maka aku tdak akan mengenal Tuhanku.”

Akal tidak memiliki jalan untuk mengenal Zat-Nya. Karenanya, dikeluarkan larangan untuk memikirkan Zat Allah, seperti sabda Nabi Saaw,

“Pikirkanlah nikmat-nikmat Allah, tetapi janganlah memikirkan Zat-Nya”.
Ucapan Amirul Mukminin ‘Ali bin Abi Thalib, “Barangsiapa memikirkan Zat Allah maka ia kufur. Dan barangsiapa memikirkan sifat-sifat-Nya, maka ia beroleh petunjuk.”

Oleh karena itu, Al-Our’an tidak merjelaskan pengenalan tentang Zat Allah secara lebih tuas kecuali dalam pengkudusan dan penyucian semata, seperti tersebut firman-Nya: …
… Tiada tuhan selaim Dia,
(OS al-Bagarah 2 255).
….. Maha Suca Tuhanmu yang memiliki keperkasaan dari apa yang mereka sifatkan
(OS al-Shaftiit 3F 180).

Dalam mengenal sfat-sifat-Nya,” bidang untuk berpikirnya lebih luas dan lingkup pembahasannya lebih bebas karena sifat-sifat-Nya merupakan konsep-konsep rasional yang di dalamnya akal memiliki kontribusi. Akan tetapi, dalam diri Yang Maha Awal (al-Awwal), substansi sifat-sifat itu adalah Zat-Nya dengan Zat-Nya, sementara dalam yang selain-Nya tidaklah demikian.
Oleh karena itu, Al-Ouran mencakup rincian-rinciannya di dalam banyak ayat, seperti firman-Nya:

… Dan Dia-lah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana
(QS al-Hasyr : 24)

Dalam mengenal sifat-sifat-Nya juga ada hal-hal yang sangat samar, karena yang sanggup mengenal sebagian sifat-Nya seperti al-Kalam (Maha Berfirman) hanyalah orang-orang yang memiliki pandangan batin (bashirah) yang sangat jelas, Begitu pula, sifat-sifat seperti as-Sami’ (Maha Mendengar), al Bashir (Maha Melihat), al-Istiwa’ ‘ala al-‘Arsy (Bersemayam di atas Arsy), dan sebagainya hanya dapat diketahui oleh mereka yang memiliki pengetahuan mendalam (ar-rasikhuna fil-‘ilm).

Adapun mengenal perbuatan-perbuatan-Nya adalah lautan yang tepi-tepinya sangat luas. Masing-masing tepi diselami dan kedalamannya diseberangi menurut kemampuan seseorang dalam menyeberanginya. Tidak ada sesuatu di dalam Eksistensi (al-Wujud) itu selain Zat, sifat-sifat, dan perbuatan-perbuatan-Nya yang merupakan gambaran nama-nama-Nya dan segenap manifestasi (mazhahir) sifat-sifat-Nya. Di antara sifat-sifat-Nya ada yang tampak jelas di alam nyata (“Alam asy-syuhiid).

Al-Our an meliputnya secara jelas dan rinci. Sifat-sifat pertama adalah seperti disebutkannya langit, bumi, planet planet, matahari, bulan, dan sebagainya yang dikenal oleh orang-orang yang memandang dan berkata,

رَبَّنا مَا خَلَقْتَ هَذَا بَاطِلاً سُبْحَانَكَ فَقِنَا عَذَابَ النَّارِ

Wahai Tuhan kami, Engkau tidak menciptakan ini secara batil. Maha Suci Engkas: Maka, pe liharalah ka mi dari siksa api neraka” (OS Ali Imran 3:191)

Sumber:

  1. Kemenag RI, Al Qur’an dan Terjemahannya
  2. Mulla Sadra Manifestasi Ilahi
  3. Muhyiddin Ibnu Arabi, Futuhat Al Makkiyyah
  4. Syeikh Abdul Qadir Al Jailani, Fathur Rabbaniyah
  5. Jalaluddin Rumi, Matsnawi

Penulis:
Syamsir Nadjamuddin
(ASN Kemenag Maros)

Tags: