Jejak Perjalanan Muhammad, Menjadi Manusia Semesta Healing Ke Alam Realitas

Ghazinews.com, Semua kita, beda postur. Ada yang tinggi, pendek, gemuk, dan kurus. Dari sisi gender, kita terbagi menjadi laki dan perempuan. Dari sisi usia, terbagi lagi menjadi muda dan tua. Semua ini adalah tinjauan fisik. Hanya saja idealitas postur kadang dianggap sebagai neraca manusia terbaik.
Dari sisi format wujud, tak ada beda antara kita. Semua kita berwujud manusia yang tampak kecil bila dibandingkan dengan entitas lain dalam semesta. Tampak, kita adalah mikrokosmos, dan semesta adalah makrokosmos. Namun, itu yang tampak. Adapun hakikatnya, kita adalah makrokosmos.
Bagaimana bisa manusia adalah mikrokosmos, sedang yang makrokosmos terkandung dalam wujud manusia. Begitu kira-kira kata Ali ibn Abi Tholib.
Wujud manusia adalah wujud komprehensif. Semua level wujud, dari level ketuhanan hingga level alam materi, terkandung dalam wujud manusia. Manusia adalah wujud materi, wujud mitsali, wujud aqli dan wujud ruh Tuhan.
Dalam terminologi tasawuf, empat level eksistensi di atas diistilahkan dengan alam nasut, malakut, jabarut dan lahut. Alam lahut adalah realitas ketuhanan. Realitas ketuhanan (lahut) memiliki dua dimensi: dimensi yang bisa diketahui (lahut epistemable), dan dimensi yang tidak bisa diketahui (lahut agnostif).
Dari sini lahir dua teologi; teologi afirmatif yaitu level sifat, asma dan perbuatan Tuhan yang tentu bisa dikenali. Serta teologi negasi, yaitu level zat Tuhan yang tak terkenali (ghoibul guyub).
Dimensi raga manusia bersesuaian dengan alam materi (nasut). Mental manusia memiliki dua jenis; mental imaginatif yang bersesuaian dengan alam mitsal (malakut), dan mental rasional yang bersesuaian dengan alam akal (jabarut).
Jiwa manusia bersesuaian dengan alam lahut yang bisa dikenali, dan ruhnya bersesuaian dengan lahut yang tersembunyi. Olehnya, ruh adalah hakikat tergaib manusia. Tak diberi pengetahuan tentangnya, kecuali teramat sedikit (Al-isro:85).
Walhasil, manusia adalah wujud semesta. Semua level eksistensi membentuk wujud manusia. Artinya, selain bergerak horizontal di alam materi, manusia juga mampu menempuh gerak menaik, mendaki tangga eksistensi.
Manusia mampu healing ke alam mitsal, alam akal, realitas asma ketuhanan, hingga hilang dalam zat ketuhanan. Bahkan, gerak horizontal dari satu tempat healing ke tempat healing yang lain di alam dunia ini, lebih mahal ongkosnya. Adapun gerak menaik, cuman butuh satu tiket, yaitu perbuatan baik yang dilandasi oleh spirit penghambaan pada wujud yang layak dipertuhan.
Nilai diri, tidak dilihat dari postur tubuh, gender dan usia. Nilai diri dilihat dari level eksistensi yang telah dicapai. Manusia paripurna adalah dia yang sampai pada lahut agnostif, fana fillah.
Apa itu fana fillah?
Yaitu, setetes air yang dituang ke Samudra.
Syamsir Nadjamuddin
- ASN Kemenag Maros
- Seniman
- Praktisi Tarekat
Sumber:
- Alfit Lyceum, Kajian Filsafat Harmonisasi
- Majelis Republik Sofiah
- Murtadha Muthahhari, Filsafat, Teori dan Praktisi
- Ust Syamsunar, Insan Kamil, Telaah Pemikiran Ibn Arabi
- Ibn Arabi, Futuhat Al Makkiyyah
- M Taqy Mishbah Yazdy, Daras Filsafat