Jembatan Haji Bohari Rusak Parah, Warga Maros Protes Janji Kosong Pemerintah
Ghazinews.com, Maros– Miris Kondisi Jembatan Haji bohari Pakere yang menghubungkan Desa Bonto Tallasa dan Desa Tanete, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros kian mengkhawatirkan. Setelah hampir 20 tahun berdiri, jembatan ini kini nyaris ambruk. Talud bawah tergerus air, badan jembatan rusak, dan aktivitas warga semakin terganggu. Namun pemerintah Kabupaten Maros tampaknya memilih menutup mata.
Warga menyebut pemerintah hanya piawai mengumbar janji manis, namun nihil tindakan. Semua hanya berhenti di ruang rapat dan kertas perencanaan.
Lebih ironis lagi, tanggal 29/4/2025 tim ahli pemerintah sudah datang, mengecek, mengukur, memfoto, bahkan ditandai serah terima lahan dari keluarga besar H. Bohari sudah selesai. Tapi setelah semua proses itu, hasilnya tetap sama: tidak ada satu pun perbaikan nyata di lapangan, hanya masyarakat sekitar bergotong royong membuat jalan sementara dari bambu, papan untuk bisa di lewati kendaraan roda dua.

Yang ada hanya kalimat klise, masih dalam perencanaan, masih persiapan anggaran, masih proses kajian, dan seribu alasan lainnya.
Warga menilai pemerintah hanya pandai membuat dokumen perencanaan, tapi lemah dalam membuat keputusan yang berpihak pada rakyat,
Akses Vital Diabaikan, Pemerintah Justru Mengalirkan Anggaran ke Proyek yang Tidak Urgen
Jembatan Haji Bohari bukan proyek kecil. Ini adalah urat nadi bagi mobilitas masyarakat.pedagang,Anak anak yang mau ke sekolah, Tapi fakta di lapangan menunjukkan pemerintah lebih tertarik membiayai proyek yang urgensinya dipertanyakan.
Contoh paling mencolok: Toilet VIO senilai Rp397 juta di kantor Bupati Maros bisa direalisasikan tanpa hambatan, sementara jembatan rusak yang membahayakan warga justru dibiarkan terbengkalai.
Pemerintah ini seperti kehilangan kompas. Mana yang harus diprioritaskan tidak dikerjakan, tapi proyek yang tidak mendesak malah jalan mulus,ujar masdar salah satu warga.
Masdar selaku warga menegaskan, mereka bukan meminta belas kasihan. Semua pembangunan, termasuk perbaikan jembatan, adalah hak warga, karena anggaran pemerintah berasal dari pajak rakyat, bukan dari dompet pribadi kepala dinas, anggota dewan, atau bupati.
“Kalau uang itu memang dari keringat rakyat, harusnya pemerintah malu membiarkan jembatan ini rusak terus,” kata warga dengan nada geram.
Harapan Muncul dari Luar Pemerintahan
Di tengah kekecewaan yang terus menumpuk, sebagian warga berharap ada figur luar pemerintah seperti Kang Dedi Mulyadi yang dikenal lantang dalam menangani ketimpangan layanan publik, bisa ikut turun menyoroti kasus ini.
Warga menegaskan, jembatan tersebut tidak membutuhkan anggaran fantastis. Perbaikan talud dan perawatan rutin sudah cukup untuk mengamankan struktur jembatan.
“Yang mahal itu bukan biaya perbaikan jembatan. Yang mahal adalah ketidakpedulian pemerintah,” tegas warga.(hd/ar)