Menyibak Hamparan Bayang-Bayang Tuhan: Menanam Bibit Pohon Menuju Kemerdekaan Ekologis

Fhazinews.com, Maros – Tulisan ini mengkaji keterkaitan antara kesadaran teologis dan aksi ekologis melalui metafora “menyibak hamparan bayang-bayang Tuhan” sebagai upaya memahami dimensi spiritual dalam pelestarian lingkungan.
Fokus pembahasan diarahkan pada aktivitas menanam pohon sebagai simbol dan strategi menuju kemerdekaan ekologis. Pendekatan yang digunakan adalah analisis filosofis dan ekoteologis, yang memadukan pandangan agama, etika lingkungan, dan kesadaran sosial. Hasil kajian menunjukkan bahwa menanam pohon tidak hanya bernilai ekologis, tetapi juga merupakan tindakan spiritual yang menghidupkan kesadaran manusia akan tanggung jawabnya sebagai khalifah di bumi.
Konsep kemerdekaan ekologis didefinisikan sebagai kondisi ekosistem yang bebas dari dominasi destruktif manusia, memungkinkan terwujudnya keseimbangan antara keberlanjutan lingkungan dan kesejahteraan generasi mendatang.
Dalam tradisi spiritual, alam dipandang sebagai “kitab terbuka” yang merefleksikan kebesaran Tuhan. Al-Qur’an menegaskan:
“Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin, dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka apakah kamu tidak memperhatikan?” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 20-21).
Bayang-bayang Tuhan di alam bukanlah sekadar simbol puitis, melainkan representasi nyata dari tanda-tanda kebesaran-Nya (ayat kauniyah). Namun, eksploitasi berlebihan dan degradasi lingkungan telah mengaburkan pantulan tersebut. Menyibak hamparan bayang-bayang Tuhan berarti mengembalikan kesadaran manusia akan nilai sakral alam, dan menempatkan lingkungan sebagai bagian dari ibadah dan tanggung jawab moral.
Menanam pohon bukan hanya tindakan teknis, tetapi juga etis dan teologis. Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Tidaklah seorang Muslim menanam pohon atau menabur benih, lalu sebagian dari hasilnya dimakan oleh burung, manusia, atau binatang, kecuali itu menjadi sedekah baginya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Pandangan ini selaras dengan konsep ekoteologi, yang menempatkan pelestarian lingkungan sebagai bagian dari pengabdian kepada Tuhan. Seyyed Hossein Nasr (1996) menegaskan bahwa krisis lingkungan modern terjadi karena manusia memutus hubungannya dengan dimensi sakral alam. Dengan demikian, menanam pohon menjadi bentuk rekoneksi spiritual dan ekologis.
Secara ilmiah, pohon berperan penting dalam mengikat karbon dioksida, memproduksi oksigen, mencegah erosi, dan menjaga siklus air (Chapin et al., 2011). Namun, dari perspektif spiritual, pohon juga menjadi saksi kehidupan yang merekam jejak doa dan kerja manusia untuk kelestarian bumi.
Kemerdekaan ekologis dapat dimaknai sebagai kondisi ekosistem yang terbebas dari tekanan destruktif akibat aktivitas manusia yang berorientasi pada eksploitasi. Prinsip ini selaras dengan QS. Al-A’raf [7]: 56:
“Dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah (Allah) memperbaikinya…”
Aktivis lingkungan Vandana Shiva (2005) menjelaskan bahwa kebebasan ekologis mencakup kebebasan tanah, air, dan udara dari pencemaran, serta kebebasan manusia dari ketergantungan pada sistem yang merusak keberlanjutan. Dalam kerangka Islam, kemerdekaan ekologis adalah bentuk keadilan ekologis yang mengakui hak seluruh makhluk hidup untuk hidup di lingkungan yang sehat dan lestari.
Menanam bibit pohon sebagai upaya menuju kemerdekaan ekologis merupakan bentuk nyata integrasi antara kesadaran spiritual dan tanggung jawab ekologis. Melalui lensa ekoteologi, pelestarian lingkungan adalah ibadah yang membebaskan ekosistem dari ancaman kehancuran sekaligus mengembalikan manusia pada fitrahnya sebagai khalifah fil ardh. Menyibak hamparan bayang-bayang Tuhan berarti menelusuri jejak keindahan-Nya di bumi, lalu menjaganya agar tetap utuh untuk generasi mendatang.
Daftar Pustaka
- Chapin, F. S., Matson, P. A., & Vitousek, P. (2011). Principles of Terrestrial Ecosystem Ecology. Springer.
- Nasr, S. H. (1996). Religion and the Order of Nature. Oxford University Press.
- Shiva, V. (2005). Earth Democracy: Justice, Sustainability, and Peace. South End Press.
- Al-Qur’an al-Karim.
- Al-Bukhari & Muslim. Shahih al-Bukhari dan Shahih Muslim.