HIPSI Desak Revisi UU Pers, Tegaskan Perlindungan Nyata bagi Jurnalis

Ghazinews.com, Makassar – Himpunan Insan Pers Solidaritas Indonesia (HIPSI) mendesak Dewan Pers untuk segera merevisi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers. Tuntutan ini muncul sebagai respons atas maraknya kasus kekerasan, ancaman, hingga pembunuhan terhadap jurnalis di berbagai daerah.
Ketua DPD HIPSI Sulawesi Selatan, Irianto Amama, menilai bahwa perlindungan hukum terhadap wartawan masih sangat lemah. Ia menekankan pentingnya pasal-pasal yang memberikan sanksi tegas kepada pelaku kekerasan terhadap jurnalis. “Tidak ada satu pun pasal yang secara spesifik melindungi wartawan dari ancaman saat menjalankan tugas jurnalistik,” ujar Irianto, Jum’at (11/4/2025)
Menurutnya, UU Pers saat ini masih bersifat normatif dan belum dilengkapi dengan mekanisme penegakan hukum yang memadai. Ia menyoroti lambannya respons aparat terhadap kasus kekerasan, yang kerap baru bertindak setelah muncul korban jiwa.
Selain itu, Irianto juga mengkritisi lemahnya pembekalan dari perusahaan media kepada wartawan. Banyak jurnalis dinilai belum memahami kode etik dan prosedur peliputan, sehingga rentan terlibat dalam sengketa. “Perusahaan media harus membangun sistem pembinaan dan perlindungan internal yang kuat,” tegasnya.
Fenomena menjamurnya media online tanpa pengawasan juga menjadi sorotan. Irianto menilai bahwa saat ini terlalu mudah bagi seseorang untuk mengklaim diri sebagai wartawan hanya dengan memiliki kartu pers. “Dulu prosesnya ketat, sekarang terlalu longgar,” katanya.
Lebih lanjut, HIPSI mendorong agar Dewan Pers tidak hanya beroperasi dari Jakarta, melainkan membuka perwakilan di setiap provinsi. Hal ini dinilai penting untuk mempercepat penyelesaian sengketa dan memberikan perlindungan lebih merata terhadap jurnalis daerah. “Dewan Pers harus hadir secara nyata di daerah, melindungi semua wartawan tanpa kecuali,” tegas Irianto.
Ia menegaskan bahwa wartawan adalah “pahlawan pengawal kebenaran” yang memiliki peran vital dalam menjaga demokrasi. “Kalau guru disebut pahlawan tanpa tanda jasa, maka wartawan adalah pahlawan yang kerap menjadi korban saat mengungkap ketidakadilan,” ujarnya.
HIPSI Sulsel menegaskan komitmennya untuk terus mengawal proses revisi UU Pers dan memperjuangkan perlindungan hukum yang konkret bagi para jurnalis. “Kami ingin jaminan nyata, bukan sekadar janji,” tutup Irianto.
Dengan revisi UU Pers, HIPSI berharap kekerasan terhadap wartawan dapat diminimalkan, serta kebebasan pers benar-benar dilindungi oleh negara.(*/ar)