Forum CSO Kawal Isu Lingkungan untuk Penyusunan RPJMD Maros

Ghazinews.com, Maros, 23 Mei 2025 — Komitmen masyarakat sipil untuk mewujudkan arah pembangunan yang berkelanjutan dan adil ekologis di Kabupaten Maros kembali ditegaskan dalam pelaksanaan Forum Group Discussion (FGD) Tahap Kedua. Forum yang diselenggarakan oleh Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM) dan Pilar Nusantara (PINUS) Sulawesi melalui program SETAPAK 4 ini mengangkat tema “Penyusunan Tahapan dan Konsep Operasional Perangkat Daerah yang Berwawasan Lingkungan terhadap RPJMD Kabupaten Maros 2025–2029”.
Bertempat di Ruang Rapat Bapperida, kegiatan ini mempertemukan unsur Pemerintah Daerah dan Organisasi Perangkat Daerah (OPD) dengan berbagai organisasi masyarakat sipil (CSO) yang selama ini aktif mengawal isu lingkungan, konservasi, dan tata kelola sumber daya alam.
Dalam forum tersebut, dipelaksanaan FGD pertama Direktur Yayasan Bumi Toala Indonesia, Fardi Ali Syahdar, menekankan pentingnya sinkronisasi antara dokumen perencanaan daerah (RPJMD) dengan berbagai status kawasan konservasi dan pengakuan internasional yang telah disandang oleh wilayah Maros-Pangkep.
“Sebagai contoh, kawasan karst Maros-Pangkep saat ini sudah menyandang status internasional sebagai bagian dari Cagar Biosfer Ma’rupanne, juga telah ditetapkan sebagai UNESCO Global Geopark, dan dalam waktu dekat akan ditetapkan sebagai World Heritage Site. Dalam penyusunan RPJMD penting untuk memastikan apakah arah perencanaan pembangunan ke depan sejalan dengan pengawalan status tersebut atau justru bertentangan,” tegas Fardi Ali dalam pernyataannya saat FGD pertama.
Ia juga menyoroti urgensi keterlibatan sektor industri, terutama yang memanfaatkan jasa lingkungan seperti air bersih, agar dapat berkontribusi dalam pembiayaan pembangunan berkelanjutan berbasis solusi alam (Nature-Based Solutions).
“Harus ada instrumen fiskal atau skema insentif yang memungkinkan pelaku industri turut serta dalam mendukung konservasi melalui kontribusi langsung, misalnya melalui skema ecological fiscal transfer atau dukungan terhadap pengelolaan kawasan hutan dan mata air. Selain itu, kita juga perlu mensinkronkan berbagai status kawasan—baik itu kawasan hutan lindung, taman nasional, kawasan ekosistem esensial, maupun kawasan konservasi lainnya—agar arah pembangunan tidak tumpang tindih dan merugikan daya dukung lingkungan,” lanjutnya.
FGD kedua ini masih berlangsung ketika berita ini disusun. Fokus utama forum adalah membedah draf RPJMD Kabupaten Maros bersama pihak Bapperida yang diwakili oleh Bapak Sudirman. Usulan dari masyarakat sipil, yang telah dirumuskan dalam FGD sebelumnya, dijadwalkan akan dibahas dalam sesi lanjutan setelah penajaman struktur dan substansi dokumen.
Ahmad Ilham, perwakilan dari Bumi Toala Indonesia, menambahkan bahwa usulan dari CSO telah mencakup berbagai isu prioritas—mulai dari perhutanan sosial, pelestarian kawasan karst, pemulihan DAS, hingga integrasi tata ruang partisipatif tingkat desa.
“Yang kami harapkan adalah kesinambungan antara rencana jangka menengah daerah dan realitas sosial-ekologis di lapangan. FGD ini menjadi forum penting untuk memastikan usulan tidak berhenti di meja wacana, tetapi masuk ke dalam program kerja OPD,” jelas Ahmad.
Andi Khalid Muhammad, Project Manager TLKM, menyebut bahwa forum ini juga membuka jalur formal agar masukan dari masyarakat sipil bisa masuk dalam Renstra OPD dan mekanisme SIPD.
“Kami ingin memastikan bahwa perencanaan pembangunan Maros selama lima tahun ke depan bisa memperjelas pengarusutamaan lingkungan dan inklusivitas,” tutupnya
Dengan menguatnya sinergi antara CSO dan pemerintah, FGD ini diharapkan menjadi praktik baik dalam menjadikan proses penyusunan RPJMD sebagai ruang kolaborasi multipihak. Langkah berikutnya adalah pengawalan ketat terhadap integrasi usulan ke dalam dokumen resmi, pengembangan instrumen pendanaan inovatif berbasis ekologi, dan penyelarasan kebijakan lintas sektor.
Maros, dengan kekayaan karst, keanekaragaman hayati, serta pengakuan internasionalnya, memiliki peluang besar untuk menjadi model pembangunan daerah yang berkelanjutan, partisipatif, dan berbasis kearifan lokal.
Forum ini melibatkan berbagai organisasi masyarakat sipil (CSO) yang telah lama aktif dalam isu lingkungan, tata kelola sumber daya alam, dan pembangunan berkelanjutan di Sulawesi Selatan. Di antaranya adalah Tim Layanan Kehutanan Masyarakat (TLKM) yang aktif dalam perbaikan tata kelola hutan dan lingkungan sekaligus menjadi inisiator kegiatan ini melalui dukungan program SETAPAK 4 bersama dengan PINUS Sulsel yang aktif dalam advokasi anggaran untuk perbaikan tata kelola lingkungan; Yayasan Bumi Toala Indonesia (Toala.id) yang fokus pada konservasi kawasan karst dan penguatan peran komunitas lokal; Fauna & Flora International (FFI) yang mendorong perlindungan keanekaragaman hayati dan integrasi data konservasi dalam perencanaan; Sulawesi Cipta Forum (SCF) yang konsisten mengadvokasi kebijakan pembangunan berkelanjutan di tingkat kabupaten; serta dukungan dari ICRAF yang turut memperkuat pendekatan berbasis lanskap, ekosistem, dan inklusi sosial.(*/hd)